Koneksi Antar Materi 3.1

Koneksi Antar Materi Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Pratap Triloka adalah bagian dari filosofi yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara, dimana dalam filosofi tersebut menunjukkan bagaimana seharusnya seorang guru itu, yaitu Ing Ngarso sung Tulodho, Ing Madyo mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Seorang guru berada di depan seharusnya dapat menjadi teladan atau contoh kepada murid-muridnya, agar para murid dapat meniru tingkah laku sang guru. Seorang guru harus bisa membersamai murid dan juga harus dapat berpihak pada murid untuk membangun semangat dan memotivasi para murid dalam belajar. Di belakang seorang guru harus dapat mendorong murid-muridnya agar dapat berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan harus ingat dengan tujuan pendidikan yaitu keberpihakan dalam mencerdaskan murid, walaupun ada dilema etika atau bujukan moral yang harus dihadapi.

 

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita ini membentuk landasan moral dan etika kita, yang selanjutnya dapat mempengaruhi cara kita menilai atau memandang situasi sehingga mampu mengambil keputusan yang diprioritaskan. Jika kita memiliki nilai-nilai seperti integritas, empati, dan keadilan, maka kita lebih mengupayakan untuk mengambil keputusan yang lebih etis untuk kepentingan bersama. Namun sebaliknya, jika nilai-nilai seperti egoisme atau ketidakjujuran yang dominan, keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu sehingga dapat merugikan orang lain atau bahkan melanggar norma sosial.

 

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Materi pengambilan keputusan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan coaching. Dalam coaching, seseorang akan dibimbing dan diarahkan agar dapat menemukan solusi dan setiap permasalahan yang dibicarakan yang kemudian dapat ditindaklanjuti. Pengambilan keputusan dalam coaching juga mempertimbangkan berbagai aspek yang mungkin bisa mempengaruhi keputusan yang diambil sebagai tindak lanjut.  Ketika seseorang telah mengambil keputusan tertentu, pendamping atau fasilitator dalam sesi coaching dapat membantu mengevaluasi keputusan tersebut secara kritis. Mereka dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan, mengukur efektivitas, dan membantu mengatasi keraguan yang mungkin muncul. Pendamping dapat memberikan panduan yang berharga untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan peserta, serta membantu mereka merespon pertanyaan atau kekhawatiran yang timbul terkait keputusan yang telah diambil. Dengan demikian, coaching dapat berperan penting dalam membantu individu mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan yang lebih efektif.

 

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan seorang guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial-emosionalnya memiliki dampak yang cukup signifikan pada pengambilan keputusan khususnya dalam menghadapi masalah dilema etika. Sebagai guru sebaiknya memiliki kepekaan sosial emosional yang baik, agar lebih mampu memahami perasaan dan perspektif beragam dari pihak terkait serta dapat lebih bijaksana. Guru mengelola sosial emosionalnya dengan baik, maka dalam mengambil keputusan dapat lebih seimbang antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompok. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya sangat berperan penting dalam membentuk dasar pengambilan keputusan etis dalam konteks pendidikan.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Setiap pendidik pasti memiliki nilai-nilai yang membentuk landasan moral mereka dalam menghadapi situasi dilema etika. Nilai-nilai yang dianut tersebut akan mempengaruhi sikap, keputusan, dan tindakan mereka. Studi kasus dapat membantu pendidik untuk merenungkan kembali nilai-nilai yang mereka anut, menguji konsistensi, dan memperbaiki praktik pendidikan mereka. Dengan demikian, nilai-nilai yang dianut seorang pendidik menjadi landasan utama dalam membimbing mereka dalam mengatasi dilema etika dalam dunia pendidikan.

 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang diambil dengan bijaksana untuk kepentingan bersama dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dan dampak yang sudah diukur maka keputusan yang dihasilkan cenderung membawa dampak positif, kondusif, aman dan nyaman pada lingkungan. Jika ada keputusan yang tidak tepat yang berlandaskan suatu kepentingan tertentu saja maka dampaknya kurang baik dan dapat merusak hubungan antar sesama, menciptakan ketegangan, mengganggu iklim positif, dan merusak keamanan psikologis. Oleh karena itu, pengambilan keputusan yang bijak sangat berperan penting dalam membangun lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman terhadap semua anggotanya.

 

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan di lingkungan dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika memang masih terkait dengan perubahan paradigma yang berkembang di lingkungan sekitar saya. Dengan berkembangnya kemajuan jaman berkat teknologi canggih dan modern membuat perubahan dalam nilai-nilai masyarakat yang kemudian memunculkan dilema etika baru yang harus dihadapi. Sebagai seorang pendidik, saya harus terus beradaptasi dengan perkembangan ini, mempertimbangkan implikasi etika dalam konteks baru ini, dan menjalankan pengambilan keputusan yang sejalan dengan nilai-nilai yang ada saat ini. Perubahan paradigma ini juga menciptakan ketegangan antara nilai-nilai tradisional dan nilai-nilai modern, sehingga memerlukan pemikiran kritis dan pendekatan inklusif dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, tantangan dalam menghadapi kasus dilema etika seringkali terkait erat dengan dinamika perubahan paradigma yang ada di suatu lingkungan.

 

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan sebaiknya memperhatikan dampaknya terhadap pengajaran yang  memerdekakan murid-murid. Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap kebutuhan murid dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan mereka. Berdasarkan potensi murid yang berbeda-beda maka dalam pengambilan keputusan juga memperhatikan keberagaman yang ada, sehingga mampu mewadahi setiap kepentingan murid. Dengan mengambil keputusan yang tepat terkait strategi pembelajaran, kurikulum, dan metode pengajaran, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap murid untuk berkembang sesuai dengan potensinya yang unik. Oleh karena itu, keputusan tentang pembelajaran yang tepat harus didasarkan pada pemahaman mendalam tentang murid, mengakomodasi perbedaan mereka, dan memberikan dukungan yang sesuai.

 

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran sebaiknya dapat mengambil keputusan yang bijak karena akan sangat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Keputusan yang diambil oleh seorang pendidik dalam merumuskan visi dan misi sekolah, kurikulum, alokasi sumber daya, dan strategi pembelajaran, akan secara langsung mempengaruhi kualitas pendidikan yang disediakan. Apa yang diputuskan dan dilaksanakan selama di sekolah atau dunia pendidikan akan menghasilkan suatu insan yang kualitasnya sesuai dengan pengalaman selama di sekolah. Jika keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan yang bermutu, inklusif, dan berorientasi pada perkembangan komprehensif murid, maka pemimpin pembelajaran dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung, dan memotivasi murid untuk mencapai potensi terbaik mereka. Ini tidak hanya mempengaruhi prestasi akademik, tetapi juga membentuk karakter, nilai-nilai, dan keterampilan yang akan membimbing murid-murid dalam menjalani kehidupan dan menghadapi tantangan masa depan mereka.

 

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan akhir dari pembelajaran modul ini adalah bahwa pengambilan keputusan, terutama dalam konteks pendidikan dan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, etika, dan pemahaman akan aspek sosial-emosional. Nilai-nilai yang dianut oleh individu, terutama para pemimpin dan pendidik, membentuk landasan moral yang membimbing keputusan mereka. Modul ini juga menekankan bahwa pengambilan keputusan yang tepat memiliki dampak besar pada pembelajaran yang memerdekakan dan mempengaruhi masa depan murid. Kaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah bahwa pemahaman nilai-nilai, etika, dan aspek sosial-emosional telah menjadi pondasi penting dalam mengembangkan pemimpin dan pendidik yang kompeten dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang berdaya guna dan inklusif.

 

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Pemahaman saya tentang konsep-konsep yang telah dipelajari di modul ini cukup baik. Dilema etika dan bujukan moral memberikan wawasan yang mendalam tentang kompleksitas pengambilan keputusan dalam situasi moral. Empat paradigma pengambilan keputusan memberikan sudut pandang yang beragam dalam menganalisis dan memahami proses pengambilan keputusan. Tiga prinsip pengambilan keputusan memberikan kerangka kerja yang berguna untuk membimbing keputusan yang etis dan efektif. Sementara sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan memberikan pendekatan sistematis untuk mengambil keputusan yang berbasis bukti. Tidak ada hal-hal yang secara khusus di luar dugaan, tetapi modul ini memperkuat pentingnya refleksi dan pertimbangan yang mendalam dalam pengambilan keputusan etis dan mengingatkan betapa kompleksnya proses ini dalam konteks berbagai paradigma dan prinsip yang berlaku.

 

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Saya pernah mengambil keputusan tanpa mengetahui adanya tahapan dalam pengujian dan pengambilan keputusan. Namun, setelah mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa sebelum mengambil keputusan, sangat penting untuk menentukan paradigma, mengikuti prinsip, dan menjalankan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan terlebih dahulu. Hal ini harus dilakukan dengan berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, berpihak pada kepentingan murid, dan bertanggung jawab.

 

Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak yang terjadi pada diri saya dalam mempelajari ini yaitu saya dapat memahami konsep-konsep pengambilan keputusan, terutama dalam konteks dilema etika dan prinsip-prinsip moral, telah memberi saya wawasan yang lebih mendalam tentang proses pengambilan keputusan. Sebelumnya saya mengambil keputusan tidak banyak mempertimbangkan aspek-aspek yang ada, sehingga hanya berlandaskan situasi dan logika sederhana saja. Namun dengan mengikuti pembelajaran modul ini, saya merasa terbantu dalam mempertimbangkan keputusan yang saya ambil. Dengan demikian, pemahaman ini telah meningkatkan kemampuan saya dalam mengambil keputusan yang lebih bijaksana, etis, dan berorientasi pada dampak jangka panjang.

 

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Mempelajari topik modul ini sangat penting bagi saya, baik sebagai individu maupun sebagai seorang pemimpin. Memahami dilema etika, prinsip-prinsip moral, serta paradigma dan langkah-langkah pengambilan keputusan membantu saya mengembangkan keterampilan kritis, empati, dan reflektif yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat, efektif dan bertanggung jawab dalam situasi yang kompleks.

 

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1

TUGAS DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN 

SEBAGAI PEMIMPIN

Nama CGP : Darmawan

Sekolah : SMKN Lengkong

Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat melakukan suatu analisis atas penerapan proses pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajarinya tentang berbagai paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah asal masing-masing dan di sekolah/lingkungan lain.

Tugas Wawancara dengan Pimpinan/Kepala Sekolah:

CGP diminta untuk mewawancarai 2-3 pimpinan (kepala sekolah) di lingkungan Anda (salah satunya adalah pimpinan di sekolah asal Anda).

Hasil wawancara ini adalah untuk mendapatkan sebuah wacana tentang praktik pengambilan keputusan yang selama ini dijalankan, terutama untuk kasus-kasus yang di mana nilai-nilai kebajikan saling bersinggungan, atau untuk kasus-kasus dilema etika yang sama-sama benar.

Apa yang selama ini dilakukan pimpinan-pimpinan tersebut, praktik apa yang selama ini dijalankan?

Analisis praktik pengambilan keputusan dilema etika tersebut di antara para pemimpin yang Anda wawancarai, dan kaitkan dengan pengetahuan Anda sendiri tentang 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian.

Analisis dan lakukan refleksi atas hasil wawancara tersebut. Silakan unggah hasil wawancara dan refleksi Anda dalam bentuk video/audio/tertulis.

======================================================================

Saya melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah saya sendiri di SMKN Lengkong Kabupaten Nganjuk yaitu Bapak Supriyono, S.Kom., M.A.P.. Kemudian wawancara ke-2 dengan Kepala SDN Banjardowo 1 Ibu Intan Bayduri, S.Pd.SD.

Hasil wawancara 1 dengan Kepala SMKN Lengkong, Bapak Supriyono, S.Kom., M.A.P.

 

  • Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Tanggapan:

Banyak sekali permasalahan atau kasus-kasus yang ada di dunia pendidikan di sekolah yang harus dihadapi oleh kepala sekolah sebagai seorang pemimpin. Kasus-kasus yang terjadi terkait dengan kebutuhan dan kepentingan banyak orang, terutama murid. Namun ada faktor-faktor yang membuat masalah itu sebagai suatu dilema etika dan ada juga bujukan moral. Dari kasus yang dialami tentunya sebagai pemimpin sekolah harus bisa mengidentifikasi dengan berbagai parameter sebelum menentukan suatu keputusan. Dengan menggunakan berbagai cara agar bisa memetakan apakah kasus yang dihadapi merupakan dilema etika atau bujukan moral. Kemudian melakukan komunikasi dengan orang-orang yang terlibat untuk mengetahui aspek-aspek yang mungkin bisa ada atau muncul dalam masalah tersebut, seperti aspek hukum, aspek moral, dan aspek-aspek yang lain. Ada 4 paradigma yang perlu dicermati, 3 prinsip yang harus dipegang, dan 9 langkah pengujian agar masalah tersebut bisa diidentifikasi dengan baik sehingga menghasilkan keputusan yang bijak.

  • Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

Tanggapan:

Dengan dua kepentingan yang sama-sama baik atau benar, maka saya harus menyeleksi kepentingan yang mendapat prioritas berdasarkan beberapa aspek, diantaranya apakah itu merupakan kepentingan perorangan atau banyak orang, berdampak sesaat atau jangka panjang, memenuhi rasa keadilan atau sekedar belas kasihan, dll,

  • Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Tanggapan:

Menggali informasi dari setiap permasalahan, mulai dari penyebabnya, siapa saja yang terlibat, dan hasil yang ingin dicapai. Jika menggunakan dasar pertimbangan dari dalam diri maka memilih kebenaran yang paling kecil mudharatnya dan besar manfaatnya. Mengutamakan kepentingan peserta didik jika kasus itu berhubungan dengan peserta didi,. dengan berdasarkan pada prinsip berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Mengambil keputusan yang bertanggung awab untuk dilaksanakan.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Kasus dilema etika sebenarnya dapat diselesaikan dengan bijak, karena ada beberapa pertanyaan-pertanyaan yang mampu menjembatani masalah sehingga merujuk pada suatu pilihan keputusan yang bisa dianggap paling bijak. Butuh keberanian untuk mengambil resiko sehingga kasus dilema etika yang berdampak pada orang banyak terlebih lagi murid akan bisa cepat selesai.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika salah satunya yaitu bahwa keputusan yang diambil  tidak bisa memuaskan semua orang atau tidak memenuhi keinginan sebagian orang. Dan sekalipun itu keputusan yang mungkin tidak pas, maka sebagai pihak yang ada di dalamnya harus tetap melaksanakan keputusan yang sudah diambil.

  • Apakah Anda memiliki sebuah tata kelola atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Tanggapan:

Tidak ada jadwal khusus untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tergantung tingkat prioritas kasus yang dihadapi saat itu, dan juga kompleksitas kasusnya. Jika melibatkan banyak orang bisa saja perlu waktu khusus, namun jika dirasa sederhana maka bisa segera diambil keputusan.

  • Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Semua warga sekolah atau orang yang berkompeten dibidangnya akan mempermudah atau membantu saya dalam mengambil keputusan.

  • Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Tanggapan:

Pembelajaran yang saya dapatkan dari pengalaman saya mengambil keputusan dilema etika diantaranya adalah sebagai seorang penentu kebijakan maka harus bisa sedini mungkin mengidentifikasi masalah yang muncul, melakukan tindakan awal dengan pengujian-pengujian, menentukan paradigma yang dihadapi, mengambil keputusan yang lebih besar manfaatnya, dan diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan murid.

Hasil Wawancara 2 dengan Kepala SDN Banjardowo 1, Ibu Intan Bayduri, S.Pd.SD.

  • Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?

Tanggapan:

Dengan menganalisa kasus yang saya hadapi dan mengklasifikasikan apakah termasuk dilema etika (benar lawan benar) atau bujukan moral (benar lawan salah). Dilema etika merupakan situasi yang terjadi ketika harus memilih dan memutuskan antara dua pilihan yang kedua pilihan itu benar, namun secara moral tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral (benar lawan salah) yaitu situasi ketika mengambil keputusan antara benar dan salah. Dalam melakukan analisa dengan memperhatikan prinsip, paradigma dan aspek-aspek pengambilan keputusan.

  • Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?

Tanggapan:

Dalam menyelesaikan masalah tersebut ada beberapa cara yang saya lakukan, yaitu : mengumpulkan fakta yang terjadi, siapa saja yang terlibat, menganalisis benar salahnya, membuat alternatif solusi, membuat keputusan dan mengevaluasi keputusan tersebut.

  • Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?

Tanggapan:

  • Menggali informasi dari berbagai pihak terkait
  • Mengumpulkan fakta yang terjadi
  • Siapa saja yang terlibat
  • Menganalisis benar salahnya
  • Membuat alternatif solusi
  • Membuat keputusan
  • Mengevaluasi keputusan tersebut
  • Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Menelaah siapa saja yang terlibat, menganalisis kasus tersebut mendesak atau tidak dan berusaha mengambil keputusan yang terbaik.

  • Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Ketika masalah tersebut mempunyai nilai yang sama sama penting tetapi harus ada yang didahulukan dan adanya peraturan yang harus kita laksanakan.

  • Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?

Tanggapan:

Tidak ada jadwal khusus, tetapi ada prosedur menganalisis, mempertimbangkan dan memusyawarahkan kasus dilema etika tersebut secara formal maupun non formal.

  • Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?

Tanggapan:

Yang mempermudah atau membantu adalah orang-orang yang terlibat atau terkait dalam permasalahan dilema tersebut.

  • Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?

Tanggapan:

Sebelum kita mengambil keputusan kita harus menganalisa kasus yang ada, melakukan pertimbangan-pertimbangan karena setiap keputusan tidak biasa memuaskan semua pihak. Semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus siap menerima dan menghormati setiap keputusan yang telah ditetapkan.

Daftar Tugas/Checklist Refleksi Wawancara: 

No.

Tugas

Ada (A)/

Tidak Ada (TA)

1. Isi: Hal-hal menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan mengganjal apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang Anda pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian, apa yang Anda dapatkan? A
2. Isi: Bagaimana hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang Anda wawancarai, adakah sebuah persamaan, atau perbedaan. Kira-kira ada yang menonjol dari salah satu pimpinan tersebut, mengapa, apa yang membedakan?

A

3. Isi: Apa rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana mereka bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka?

A

4. Isi: Bagaimana Anda sendiri akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

A

5. Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

A

6. Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari materi yang Anda ingin sampaikan?

A

Penjelasan:

  1. Hal-hal menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan mengganjal apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang Anda pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian, apa yang Anda dapatkan?

Selama melakukan wawancara, saya merasa tidak ada pertanyaan yang mengganjal dalam pikiran saya. Hal-hal yang menarik dari wawancara tersebut diantaranya ada  kasus yang diselesaikan dalam proses yang lama sampai menanti adanya perubahan dari sikap murid yang bermasalah.

  1. Isi: Bagaimana hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang Anda wawancarai, adakah sebuah persamaan, atau perbedaan. Kira-kira ada yang menonjol dari salah satu pimpinan tersebut, mengapa, apa yang membedakan?

Secara umum hasil wawancara dengan 2 pimpinan yang berbeda mempunyai kesamaan, walaupun tidak sama persis. Ada yang menonjol karena ketegasan dalam pengambilan keputusan lebih cepat dalam merespon masalah namun ada yang harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam paradigma dan prinsip yang ditanamkan pada pimpinan tersebut.

  1. Isi: Apa rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana mereka bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka?

Setiap pimpinan pasti mempunyai rencana kerja ke depan, dan rencana tersebut ada kebijakan-kebijakan  yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan kebijakan tentu ada keputusan yang diambil, dan mungkin saja ada kasus/masalah dilema etika dari kebijakan yang akan diputuskan. Maka dari itu perlu manajemen yang baik dan mempunyai metode yang tepat dalam pengambilan keputusan, diantaranya dengan mempertimbangkan 4 paradigma. 3 prinsip, dan 9 pertanyaan pengujian.

  1. Isi: Bagaimana Anda sendiri akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

Saya akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika secara hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kasus/masalah yang dihadapi. Saya akan menerapkannya sesegera mungkin jika memang ada masalah yang cukup membuat dilema etika.

  1. Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

Saya kira tidak ada masalah, dan cukup jelas untuk dipahami oleh pembaca.

  1. Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari materi yang Anda ingin sampaikan?

Menurut saya sudah cukup baik dari segi materi yang disajikan.

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri – Modul 2.3

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

OLEH

DARMAWAN, S.Kom

CGP ANGKATAN 9 KABUPATEN NGANJUK

 

REFLEKSI

Pada materi pembelajaran pada modul 2.3 tentang Coaching untuk supervisi akademik ini saya mendapatkan banyak pengalaman berdasarkan pengetahuan baru dan hasil praktik atau implementasi materi. Pengalaman belajar ini sangat bermanfaat sekali dalam keseharian saya sebagai tenaga pendidik, karena dalam dunia pendidikan tentunya tidak sedikit masalah yang terjadi khususnya di sekolah. Maka dari itu dengan materi yang dipelajari ini menambah kesiapan saya dalam menghadapi masalah, dan sedapatnya mampu menyelesaikan masalah yang ada. Dari praktik baik sebagai coach, coachee dan juga supervisor semakin menambah potensi diri dan kemampuan berinteraksi dengan rekan sejawat dalam menyelesaikan masalah.

 

Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar sangat bervariasi. Hal ini tidak lepas dari bagaimana saya memahami setiap materi dengan berbagai macam karakteristiknya. Terutama begitu detilnya untuk bisa membedakan dalam mempraktikan diri antara sebagai coaching, mentoring, konseling, training dan fasilitator. Keterlibatan diri dalam proses belajar secara aktif memang sangat mempengaruhi kemampuan kompetensi diri yang semakin dilatih akan semakin lebih baik lagi terutama dalam praktik menerapkan semua materi pada modul ini. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi dalam proses pengembangan diri berdasarkan materi yang dipelajari sangat terasa sekali. Hal ini dapat saya rasakan bahwa dengan kompetensi yang ada dalam materi yang diterapkan secara berkelanjutan akan meningkatkan pengalaman dan menjadikan diri lebih matang dalam berpikir dan bertindak.

 

Sebenarnya bagaimana materi dari modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik ini mampu diimplementasikan dan membawa dampak baik terhadap tenaga pendidik dalam dunia pendidikan? Dari pemahaman yang saya dapatkan sejauh ini maka saya dapat menyampaikan bahwa materi coaching untuk supervisi akademik memang diperlukan dalam rangka memberikan ruang komunikasi yang terstruktur antar tenaga pendidik dalam menemukan/menggali ide-ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dalam hal ini ide atau solusi didapatkan oleh rekan yang mempunyai masalah (coachee) berdasarkan daya pikir dan pengembangan potensi yang dimilikinya.

 

Dalam menerapkan coaching di lingkungan sekolah terhadap rekan sejawat untuk saat ini mungkin bisa dikatakan itu tidak mudah, karena belum banyak guru yang secara serius untuk memaksimalkan komunikasi dan potensi dirinya untuk menyelesaikan masalahnya. Hal tersebut menjadi tantangan bagi saya sebagai CGP di sekolah untuk bisa melakukan diseminasi ilmu coaching untuk supervisi akademik ini. Rekan-rekan tenaga pendidik semua perlu mengetahui dan mampu sebagai coach dan bahkan juga sebagai supervisor. Berdasarkan tantangan komunikasi antar rekan sejawat dalam konteks menyelesaikan masalah melalui coaching maka perlu ide baru sebagai solusi dari kondisi yang demikian. Salah satu langkah yang bisa dilakukan sebagai awal agar coaching ini bisa dilakukan yaitu berkoordinasi dengan pimpinan untuk melakukan diseminasi penerapan coaching pada rekan sejawat yang dikemas secara santai dan mengalir saja.

 

Dari serangkaian kegiatan yang pernah dilakukan di dunia pendidikan, tentunya didalamnya terdapat banyak pengalaman yang diperoleh. Berkaitan dengan materi yang dipelajari pada modul ini dan juga modul sebelumnya pada kegiatan Pendidikan Guru Penggerak ini maka saya sebagai seorang CGP yang masih berproses tentunya masih banyak yang perlu dipelajari. Pengalaman di masa lalu, saya melaksanakan pembelajaran dengan meniru konsep yang dilakukan oleh bapak/ibu guru senior di sekolah. Saya hanya mengikuti perangkat mengajar dan cara mengajar yang dimana ternyata mereka melaksanakan pembelajaran secara konvensional dan kurang variatif. Sekarang dengan mengikuti guru penggerak ini saya mendapatkan banyak pengalaman yang berbeda yang akan saya terapkan nanti ketika perencanaan sudah dibuat. Maka dari itu hasil dari belajar melalui kegiatan PGP ini akan saya terapkan di kelas yang saya ajar dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid.

 

Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari saat ini sangat mendukung sekali, karena memang sudah dipetakan sedemikian rupa agar apa yang dipelajari ada keterkaitan dan saling mendukung. Dengan wawasan pengetahuan dari modul-modul lain yang dipelajari dengan modul yang sekarang merupakan satu kesatuan utuh agar kita sebagai tenaga pendidik mempunyai kompetensi yang cukup untuk menyelesaikan setiap tantangan atau masalah yang ada. Pengetahuan tentang manajemen pembelajaran tidak hanya dari modul dan tenaga pendidik yang mengikuti CGP saja, namun saya juga mendapatkan cukup banyak informasi dari orang lain yang mempunyai kompetensi di bidangnya, misalnya disini guru Bimbingan Konseling (BK). Dari berbagai sumber belajar yang tersedia sangat membantu saya dalam meningkatkan kompetensi diri terutama kompetensi-kompetensi yang ada pada CGP, yang salah satunya adalah mampu bertindak sebagai coach pada proses coaching.

 

KESIMPULAN

Pada kegiatan pembelajaran materi modul 2.3 Coaching untuk supervisi akademik yang telah dipelajari ini saya merasa peran saya sebagai coach akan membuat saya lebih bijak dalam menanggapi masalah-masalah yang disampaikan oleh rekan sejawat (coachee) dan saya akan berusaha agar coachee saya mampu menggali potensi diri untuk mendapatkan ide baru sebagai solusi dalam menyelesaikan masalahnya. Terkait dengan modul sebelumnya, yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional maka semua bisa saling terkait, karena pada modul saat ini tentang coaching dapat juga sebagai cara berkomunikasi dengan rekan sejawat dalam hal permasalahan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial & emosional. Sebagai coach dalam pendidikan sebaiknya juga mempunyai pengetahuan tentang pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial & emosional sehingga bisa memudahkan coach dalam berkomunikasi untuk menggali potensi coachee atau mungkin bisa memberikan opsi pilihan yang dapat dilakukan.

 

Keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran sudah pasti mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Di dalam dunia pendidikan yang di dalamnya terdapat banyak entitas maka kegiatan yang dilakukan tidak lepas dengan masalah-masalah yang terjadi. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentunya tidak ingin ada masalah yang mempengaruhi kualitas belajar murid. Pemimpin pembelajaran berusaha agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan setiap masalah yang timbul bisa diatasi secara efektif dan efisien. Pemimpin pembelajaran juga bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran pada murid. Keterampilan coaching perlu dimiliki oleh pemimpin pembelajaran karena merupakan suatu pengembangan kompetensi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh rekan sejawatnya (coachee). Mungkin juga dari tenaga pendidik dapat menerapkan keterampilan coaching sebagai coach kepada tidak hanya rekan sejawat namun juga kepada murid sebagai coachee-nya. Dengan keterampilan sebagai coach maka pemimpin pembelajaran akan menjadi lebih bijak dalam menyikapi masalah yang dihadapi rekan atau murid.

 

Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

2.1.a.8. Koneksi Antar Materi – Modul 2.1

Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Pada bagian 2.1.a.8. Koneksi Antar Materi – Modul 2.1 ini kita sebagai CGP diharapkan dapat membuat sintesa pemahaman dengan mengkoneksikan semua materi yang telah dipelajari sebelumnya untuk menjelaskan pemahamannya tentang pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana mengimplementasikannya. Dengan mempelajari modul 2.1 tentang memenuhi kebutuhan belajar murid melalui berdiferensiasi, ternyata dapat mengubah pemikiran saya. Saya dulu belum mengenal istilah pembelajaran berdiferensiasi, dan saya mengajar berdasarkan kompetensi dasar yang harus dicapai dengan pola dan opsi yang sama pada setiap kelas yang saya ajar. Namun seiring dengan pengetahuan yang saya terima, saya sudah mulai berusaha mengenal karakter, kesiapan belajar murid dan keinginan murid dalam mempelajari materi yang diberikan. Sampai saya mengenal istilah pembelajaran berdiferensiasi ini dengan segala karakteristiknya yang akhirnya membuat saya lebih memahami dan menerapkan pembelajaran ini di kelas.

Perubahan pemikiran yang terjadi pada diri saya sangat berkontribusi terhadap pemahaman saya tentang implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Berawal dari ketercapaian tujuan pembelajaran yang kurang maksimal di kelas berdasarkan karakter kelas yang menerima materi tersebut. Dengan segala perbedaan dan keunikan di kelas yang berbeda dan perbedaan murid pada setiap kelas membuat saya harus berpikir panjang untuk mencari solusi terbaik agar pembelajaran dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan mengenali pembelajaran berdiferensiasi ini membuat cara berpikir saya berubah, dan menggali materi lebih dalam lagi khususnya tentang implementasi pembelajaran berdiferensiasi.

Walaupun  banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini, saya tetap dapat bersikap positif. Hal ini karena tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi sebenarnya bisa semua bisa diatasi. Seperti halnya menggeser knop equaliser audio agar mendapatkan suara yang bagus, dengan artian bahwa dari beberapa aspek yang beragam dari murid maka kita perlu mencari dan menentukan bagian yang mana yang bisa dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi?

Pembelajaran berdiferensiasi adalah adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan murid dengan memperhatikan aspek kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid.

Bagaimana hal ini dapat dilakukan di kelas?

Pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan di kelas dengan menerapkan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll)
  2. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (memberikan berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar)
  3. Mengevaluasi dan refleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.

Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal?

Dalam melaksanakan pembelajaran diferensiasi, guru melakukan beberapa tahapan dan membuat variasi yang berbeda selama proses pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid. Kebutuhan belajar murid meliputi 3 aspek, yaitu kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid. Kesiapan murid untuk mempelajari materi baru diantaranya: pengetahuan, konsep dan keterampilan awal, miskonsepsi, tingkat perkembangan kognitif, afektif dan fisik, keterampilan berpikir, dan sebagainya. Minat belajar yaitu suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya. Profil belajar murid merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dan lain-lain.

Setelah mengidentifikasi kebutuhan murid, kemudian menentukan strategi pembelajaran. Ada 3 strategi pembelajaran berdiferensiasi, yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Diferensiasi konten yaitu materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum. Diferensiasi proses merujuk pada strategi membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi  materi. sedangkan diferensiasi produk yaitu merujuk pada strategi memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.

Selama pembelajaran berdiferensiasi, guru juga melakukan penilaian atau evaluasi yang biasa disebut dengan asesmen. Berdasarkan fungsinya asesmen terdiri dari tiga jenis yaitu asesmen sebagai proses pembelajaran (assessment as learning), asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for learning), dan asesmen pada akhir proses pembelajaran (assessment of learning). Ketiganya dapat dilaksanakan baik dengan metode asesmen sumatif maupun formatif. Dengan begitu ketercapaian pembelajaran berdasarkan tujuan yang diharapkan dapat terukur. Disini peran guru sangat penting, karena guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menyiapkan pembelajaran, melakukan proses pembelajaran, sampai pada evaluasi pembelajaran. Dengan berbagai tahapan pada pembelajaran berdiferensiasi maka dapat membantu murid dalam mencapai hasil belajar yang optimal.

Jelaskan pula bagaimana Anda melihat kaitan antara materi dalam modul ini dengan modul lain di Program Guru Penggerak!

Pembelajaran berdiferensiasi, kaitannya dengan Filosofi Pendidikan KHD

Pembelajaran berdiferensiasi memperhatikan kesiapan pada murid, minat, dan  profil belajar murid dimana itu semua disebut dengan kebutuhan murid. Dengan kata lain pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Hal ini selaras dengan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menegaskan bahwa pembelajaran harus berpihak pada murid. Terlebih lagi dengan pendidikan yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman, sehingga keberagaman dari murid sebagai dasar untuk melakukan pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi, kaitannya dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak

Dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, dibutuhkan nilai-nilai dan peran guru penggerak. Sebagai contoh sebelum guru mengajar materi sesuai tujuan pembelajaran maka guru tersebut harus bisa memetakan kebutuhan murid yang ada di kelasnya. Dalam memetakan  kebutuhan murid, guru berkolaborasi dengan murid, sesama guru, dan orang tua untuk mendapatkan informasi karakter belajar murid. Guru memiliki nilai reflektif terhadap proses pembelajaran untuk mendapatkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid. Guru memiliki nilai inovatif dalam membuat atau menggunakan media pembelajaran yang sesuai kebutuhan murid.

Pembelajaran berdiferensiasi, kaitannya dengan Visi Guru Penggerak

Dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, termasuk pembelajaran diferensiasi harus tetap berpegang teguh pada visi sekolah atau visi guru penggerak yang sudah ada. Karena visi merupakan suatu cita-cita yang ingin diwujudkan melalui pembelajaran, dan di dalam konteks ini pembelajaran berdiferensiasi juga merupakan bagian dari suatu proses atau usaha mewujudkan visi sekolah atau guru penggerak.

Pembelajaran berdiferensiasi, kaitannya dengan Budaya Positif

Dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan pemetaan murid berdasarkan kebutuhan belajar mereka. Dalam proses memetakan murid akan ditemukan karakter murid yang informasinya dari rekan guru, orang tua dan murid itu sendiri. Dengan mengetahui karakter murid, maka guru bisa lebih mengenal dan bisa mengembangkan ide/gagasan positif termasuk motivasi intrinsik pada murid. Di samping itu juga dengan disiplin diri sebagai budaya positif akan lebih mudah diwujudkan karena dengan pembelajaran berdiferensiasi akan membuat murid menjadi lebih aktif belajar, dan mengurangi potensi tindakan tidak disiplin akibat pembelajaran yang tidak sesuai dengan minatnya.

PENERAPAN BUDAYA POSITIF UNTUK MENCIPTAKAN PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan merupakan aspek penting dalam membangun diri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dipengaruhi dari budaya yang ada di masyarakat. Keberagaman budaya yang ada di masyarakat, terlebih lagi di Indonesia sangatlah banyak. Sehingga bentuk penerapan sebagai wujud pelestarian budaya melalui pendidikan pun juga terjadi di sekolah. Dalam dunia pendidikan tentunya budaya yang mengandung nilai-nilai kebajikan universal akan tetap diterapkan, hal ini akan membentuk karakter murid yang kuat dengan nilai budaya yang luhur.

Budaya positif yang diciptakan di sekolah biasanya berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan dengan terus-menerus sehingga membentuk karakter murid. Karena bernilai baik dan dilakukan terus-menerus maka hal ini dapat dijadikan suatu kedisiplinan di sekolah yang kemudian dibawa ke masyarakat. Pentingnya menjadikan kebiasaan positif menjadi suatu kedisiplinan agar setiap murid yang ada di suatu sekolah disamping mempunyai bekal pengetahuan akademik juga mempunyai kepribadian yang baik dan berbudi luhur.

Banyak sekali budaya positif yang ada di masyarakat yang bisa dilestarikan melalui kegiatan sekolah. Atas dasar hal tersebut maka setiap warga sekolah baik itu tenaga pendidik dan kependidikan serta para murid harus mempunyai kesadaran diri dan berkolaborasi dalam mewujudkan budaya positif di sekolahnya. Setiap warga sekolah perlu mengetahui bagaimana agar budaya positif itu tercipta, maka dari itu perlu adanya pengembangan kemampuan warga sekolah khususnya guru. Beberapa hal yang bisa dipelajari dan diterapkan di sekolah sebagai dasar dalam pelaksanaan budaya positif diantaranya:

  • Disiplin positif dan Nilai-nilai kebajikan universal

Makna kontrol dan miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia. Memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta budaya positif.

  • Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Konsep hukuman dan penghargaan, dan  konsep pendekatan restitusi, serta melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.

  • Keyakinan Kelas

Pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. Berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.

  • Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

Kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik murid maupun guru. Analisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Identifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.

  • Restitusi – Lima Posisi Kontrol

Refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. Penerapan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka. Menganalisis secara kritis,  reflektif, dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.

  • Restitusi –  Segitiga Restitusi

Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Penerapan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. Menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.

Mungkin tidak hanya yang disebutkan itu saja, namun masih banyak lagi yang harus dipelajari dan diterapkan guru dalam melaksanakan budaya positif untuk menciptakan pendidikan karakter pada murid. Namun dengan memahami dan menerapkan materi yang dipelajari itu merupakan salah satu usaha agar pendidikan di sekolah juga memperhatikan pendidikan karakter murid dalam hal kesadaran disiplin dari diri sendiri.

Demikian artikel ini saya tulis, dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Terima kasih…

Diseminasi Konsep Budaya Positif

Sosialisasi dan Pembentukan Keyakinan Kelas

Segitiga Restitusi

Glosarium Modul 2

Assessment for learning Penilaian  yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (ongoing assessment)
Assessment of learning Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.
Assessment as learning Penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan murid-murid  secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif.
Daring Merupakan akronim (singkatan) dari dua kata: “dalam” dan “jaringan”. Dalam Bahasa Inggris, berarti “online”.
Diagram Frayer Grafik visual yang dikembangkan oleh Dorothy Frayer untuk membantu murid dalam mendefinisikan konsep atau kosakata. Diagram ini dibagi menjadi empat bagian: definisi, karakteristik, contoh dan bukan contoh. 
Diferensiasi Konten Diferensiasi konten merujuk pada strategi membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum. 
Diferensiasi Produk Merujuk pada strategi memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.
Diferensiasi Proses Merujuk pada strategi membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (content) materi.
Kesiapan belajar (Readiness) Kapasitas atau kesiapan murid untuk mempelajari materi baru. Kesiapan ini terkait dengan berbagai hal, diantaranya: pengetahuan, konsep dan keterampilan awal yang saat ini dikuasai oleh murid; miskonsepsi; tingkat perkembangan kognitif, afektif dan fisik; keterampilan berpikir, dan sebagainya.
Lingkungan Belajar Lingkungan yang berada di sekitar seseorang dan yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Minat Suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya.
Peer Teaching Metode pembelajaran tutor sebaya yang merupakan strategi pembelajaran kooperatif dimana rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara orang-orang yang bekerja bersama.
Pembelajaran Berdiferensiasi Usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu.
Profil Belajar Merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dan lain-lain. 
Scaffolding Suatu teknik pembelajaran di mana murid diberikan sejumlah bantuan, kemudian perlahan-lahan diadakan pengurangan terhadap bantuan tersebut hingga pada akhirnya, murid dapat menunjukkan kemandirian yang lebih besar dalam proses pembelajaran.

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

KESIMPULAN, REFLEKSI PEMAHAMAN DAN RANCANGAN AKSI NYATA

 

Nama CGP        : DARMAWAN

Angkatan/Kelas : Angkatan 9 / Kelas 118B

Kabupaten   : Nganjuk

Sekolah   : SMKN Lengkong

A. Kesimpulan Tentang Peran Saya Dalam Menciptakan Budaya Positif Di Sekolah

Pada tulisan kali ini, saya menyampaikan pengalaman saya dalam mempelajari materi yang ada pada modul 1 yaitu Paradigma dan Visi Guru Penggerak. Di dalam modul 1 ini terdapat 4 bagian materi, yaitu modul 1.1 dengan materi Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, modul 1.3 dengan materi Visi Guru Penggerak dan yang terakhir pada modul 1.4 dengan materi Budaya Positif. Materi yang disampaikan sangat menarik dan merupakan hal baru bagi saya, tentunya hal tersebut menjadikan saya merasa sangat terbantu dalam mengenali diri saya sebagai guru dalam dunia pendidikan.

Guru merupakan profesi yang mempunyai peran sangat vital terhadap keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Peran guru dalam dunia pendidikan tidak bisa dianggap sebelah mata, karena guru memberikan pendidikan kepada generasi penerus bangsa dengan segala kemampuan dan potensi dirinya. Peran saya sebagai guru salah satunya adalah menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol, restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi, dan sebagainya.

Materi tentang Budaya Positif sangat berkaitan dengan materi-materi yang sebelumnya dipelajari. Berikut ini keterkaitan antar materi yang telah dipelajari:

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan bersifat dinamis sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman, namun tidak meninggalkan budaya yang luhur dalam masyarakat. Bahkan pendidikan juga bersumber dari budaya yang adi luhur di masyarakat sekitar yang kemudian diadopsi menjadi budaya positif di sekolah.

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak

Nilai-nilai pada guru penggerak mempunyai makna yang positif untuk kemajuan pendidikan, Peran guru penggerak dalam menerapkan nilai-nilai guru penggerak yang dilakukan secara konsisten akan memunculkan budaya positif dalam lingkungan pendidikan di sekolah.

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Visi Guru Penggerak

Visi guru penggerak sangat luas maknanya dalam keberlangsungan pendidikan di sekolah. Pastinya di dalam visi guru penggerak terdapat banyak nilai positif yang perlu untuk senantiasa diterapkan agar visi tersebut tercapai yang kemudian nilai-nilai dalam visi tersebut menjadi budaya positif di sekolah.

Dari keterkaitan antar materi pada modul 1 ini, saya merasa lebih yakin dengan peran saya sebagai guru yang sekaligus sebagai agen perubahan untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah.

 

B. Refleksi Dari Pemahaman Atas Keseluruhan Materi Modul Budaya Positif

Dari rangkaian kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan mulai modul 1.1, modul 1.2, modul 1.3, dan sampai modul 1.4 ini saya banyak mendapatkan pengalaman/materi pembelajaran yang baru, seperti disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Berikut ini inti pemahaman yang saya dapatkan dari materi-materi tersebut:

  • Disiplin positif: Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun kodrat anak agar berdaya dalam mengontrol diri dan menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu nilai-nilai kebajikan. Disiplin positif menjadi komponen utama dalam mewujudkan budaya positif.
  • Teori kontrol: Di dalam teori kontrol dijelaskan bahwa yang bisa mengontrol seseorang adalah dirinya sendiri. Seseorang akan melakukan sesuatu atau tidak tergantung dari dalam diri orang tersebut sesuai dengan motivasi pemenuhan dasar yang dimilikinya.
  • Teori motivasi: Perilaku yang ditunjukkan manusia pasti memiliki motivasi dan tujuan. Motivasi dibagi menjadi dua, yakni motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang diinginkan oleh seseorang dalam rangka menghargai diri dnegan nilai yang diyakininya. Sementara itu, motivasi eksternal di antaranya adalah keinginan yang dilakukan dalam rangka menghindari ketidaknyamanan/hukuman atau ingin mendapatkan imbalan/penghargaan.
  • Hukuman dan penghargaan: Hukuman dan penghargaan adalah salah satu cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensinya. Dalam jangka waktu tertentu, baik hukuman dan penghargaan akan sama0sama memberikan dampak yang sama, yakni ketergantungan (bukan kemerdekaan) dan tentunya mematikan motivasi internal seseorang.
  • Posisi kontrol guru: sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan sebagai manajer.
  • Kebutuhan dasar manusia: kebutuhan bertahan hidup, kasih sayang dan rasa memiliki, kebebasan, kesenangan, dan penguasaan.
  • Keyakinan kelas: keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh warga kelas untuk menumbuhkan motivasi internal dan budaya positif di kelas.
  • Segitiga restitusi: restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain. Segitiga Restitusi adalah alur untuk menegakkan keyakinan bersama di dalam kelas atau sekolah. Ada tiga unsur segitiga restitusi, yakni: Menstabilkan identitas, Validasi tindakan yang salah, dan  menanyakan keyakinan

 

Hal-hal yang menarik di luar dugaan

  • Kalimat dalam tata tertib berupa larangan bisa diganti dengan kalimat instruksi positif
  • Hukuman dan penghargaan kepada peserta didik tidak begitu efektif dalam pendidikan
  • Dari lima posisi kontrol guru, saya masih sering sebagai teman dan pemantau saja, kedepannya saya akan berusahan untuk memposisikan sebagai manajer.
  • Dengan mengetahui kebutuhan dasar manusia, kita juga bisa memetakan motivasi  seorang peserta didik saat berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan/keyakinan sekolah.
  • Saya sering melakukan bagian dari segitiga restitusi, yakni menstabilkan identitas dan validasi tindakan, tetapi saya baru tahu ada bagian menanyakan keyakinan kelas. Hal itu cukup menarik dan penting untuk pemahaman saya.

 

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah saya setelah mempelajari modul ini

Perubahan cara berpikir saya setelah mempelajari materi ini yaitu pola pikir lama yang memposisikan guru sebagai pusat kontrol dari pembelajaran dan peserta didik harus mengikuti instruksi guru. Namun sekarang berubah menjadi peserta didik sebagai pusat pembelajaran, dan menjadikan peserta didik sebagai subjek utama pembelajaran. Karena perubahan yang mendasar tersebut alhasil juga merubah paradigma lama menjadi sudut pandang baru tentang berbagai hal agar tujuan peserta didik dapat tercapai.

Banyak sekali perubahan yang didapatkan diantaranya tentang membangun motivasi intrinsik peserta didik dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Penerapan hukuman yang dulu pernah biasa dilakukan oleh guru kini sudah mulai ditinggalkan, karena model-model hukuman tersebut kurang efektif dalam proses pendidikan, termasuk juga pemberian penghargaan sebagai iming-iming agar peserta didik bersedia melakukan sesuatu.

Memposisikan kontrol guru sebagai manajer akan lebih baik daripada sebagai penghukum seperti pendidikan model lama yang mungkin sering dilakukan. Permasalahan disiplin pada peserta didik tidak selalu diselesaikan dengan hukuman, namun bisa dilakukan dengan mencari solusi terbaik berdasarkan kesadaran diri peserta didik melalui segitiga restitusi dan mendukung terciptanya budaya positif.

 

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah

Sebelumnya saya memposisikan diri di beberapa posisi kontrol seperti teman, pemantau, dan sesekali mungkin sebagai penghukum. Peraturan sekolah sudah tersedia dijalankan begitu tegas, dan saya sebagai guru juga melaksanakan apa yang ada pada tata tertib atau aturan tersebut. Di dalam tata tertib tersebut sebagian sudah mengacu pada segitiga restitusi namun belum sepenuhnya karena belum ada kesepakatan kelas atau keyakinan kelas. Dengan adanya tata tertib sekolah sebenarnya sudah cukup baik untuk menata perilaku peserta didik agar lebih terarah, namun penanganan peserta didik yang melanggar tata tertib yang masih perlu divariasi lagi, termasuk pada penerapan segitiga restitusi. Maka dari itu kedepannya saya akan menerapkan budaya positif yang sudah saya pelajari, seperti posisi kontrol, segitiga restitusi, keyakinan kelas, dan sebagainya.

 

Perasaan saya ketika mengalami hal-hal tersebut

Peraturan sudah dibuat dan disosialisasikan sedemikian rupa agar peserta didik paham dan menaatinya, namun ada saja kejadian yang menyebabkan munculnya tindakan tidak disiplin oleh peserta didik. Saat mendapati peserta didik yang bermasalah, ada rasa amarah, menyayangkan, dan pemikiran negatif yang muncul. Namun, setelah mengetahui duduk perkaranya atau alasan yang melatarbelakangi perbuatan tersebut maka saya segera sadar bahwa amarah justru akan menambah masalah. Oleh sebab itu, saya menggali informasi dan memberikan pemicu motivasi yang mendorong peserta didik dapat menemukan solusi atas kesalahannya. Ketika peserta didik yang bermasalah sudah mulai berubah menjadi lebih baik maka perasaan saya merasa lega dan bersyukur bahwa usaha yang dilakukan tidak sia-sia.

 

Hal yang sudah baik terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut dan yang perlu diperbaiki

Beberapa materi yang sudah dipelajari membangkitkan ingatan tentang apa yang sudah dilakukan selama ini, sebagian dari materi yang ada memang sudah pernah dilakukan. Namun masih ada beberapa bagian yang kurang dan perlu diperbaiki, seperti dalam penerapan segitiga restitusi, saya kurang di bagian menanyakan keyakinan. Maka dari itu, kedepannya saya akan membuat keyakinan kelas/sekolah sebagai pedoman saat menerapkan segitiga restitusi kepada siswa yang melakukan suatu kesalahan.

 

Posisi kontrol yang sering dipakai ketika berinteraksi dengan murid sebelum mempelajari 5 posisi kontrol, perasaan saat itu dan dibandingkan setelah mempelajari modul ini,  posisi yang saya pakai, dan perasaan saya sekarang serta perbedaannya

Sebelum mempelajari modul 1.4. saya lebih banyak menempatkan diri di posisi guru sebagai teman dan pemantau. Karena ada tata tertib sekolah yang harus dipatuhi, sesekali saya mungkin dalam posisi sebagai penghukum. Perasaan saat itu masih kurang puas karena masih saja peserta didik melakukan kesalahan yang sama (berulang). Setelah mempelajari modul ini saya akan menempatkan posisi saya sebagai manajer dengan harapan saya tidak perlu lagi dipandang negatif (galak) jika menggunakan posisi penghukum, atau kurang dihormati jika posisi dianggap sebagai teman. Perasaan saya lebih tenang dalam menghadapi peserta didik yang bermasalah, karena dampak citra personal tetap terjaga dan tetap dihormati peserta didik. Perbedaan posisi dan perasaan begitu terasa, dengan posisi manajer, peserta didik bisa menyadari masalah/kesalahan yang dilakukannya dan memberikan ruang kepada peserta didik untuk menyelesaikan masalah dengan solusinya sendiri tanpa intervensi dari guru.

 

Menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid sebelum mempelajari modul ini, tahapan yang dipraktekkan dan cara mempraktekkannya

Saya pernah menerapkan segitiga restitusi saat menghadapi permasalahan peserta didik walaupun belum sepenuhnya. Saya biasanya menerapkan segitiga restitusi pada tahap menstabilkan identitas dan validasi tindakan yang salah saja. Saya mempraktekannya mengikuti jenis pelanggaran yang dilakukan, terlebih lagi jika itu sudah bersifat personal, misalnya dengan pemanggilan peserta didik secara perorangan. Dari pertemuan saya dengan peserta didik, biasanya saya membuat yang bersangkutan merasa nyaman dalam menyampaikan informasi dengan jujur, dan mengembalikan keterangan kesalahannya terhadap peraturan sekolah. Tahapan yang belum saya laksanakan adalah tahapan menanyakan keyakinan karena belum ada pembentukan keyakinan kelas/sekolah tetapi yang ada tata tertib sekolah.

 

Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul

Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas atau sekolah adalah perlunya mengenali karakteristik lingkungan sebelum menciptakan budaya positif. Mempelajari perilaku kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang sudah ada kemudian diadopsi dengan persepsi baru dan dasar pemikiran baru yang lebih positif sehingga membentuk budaya positif baru dengan tidak meninggalkan sepenuhnya kebiasaan lama.

 

C. Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

Judul Modul : Penyebaran Konsep Budaya Positif dan Penerapan Keyakinan Kelas

Nama Peserta : Darmawan

 

Latar Belakang

Sekolah merupakan salah satu tempat untuk belajar tentang sesuatu hal yang benar atau positif. Pembiasaan perilaku positif akan menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif tersebut sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan budaya masyarakat yang adi luhur. Pengembangan budaya positif dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, aksi nyata yang dapat dilakukan salah satunya yaitu menerapkan budaya positif yang diawali dengan perubahan paradigma teori kontrol dan disiplin positif melalui keyakinan kelas.

 

Tujuan 

  • Meningkatkan pemahaman tentang budaya positif
  • Membangun motivasi intrinsik disiplin positif peserta didik

 

Tolak Ukur

  • Terbentuknya keyakinan kelas melalui kesepakatan kelas
  • Peserta didik mempunyai motivasi intrinsik dalam membangun disiplin dirinya
  • Terlaksananya usaha penyelesaian masalah peserta didik menggunakan segitiga restitusi

 

Lini Masa Tindakan Yang Akan Dilakukan

  • Membuat rancangan aksi nyata
  • Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah untuk mendiseminasikan pentingnya penerapan budaya positif di sekolah
  • Melakukan sosialisasi kepada warga sekolah meliputi, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan terkait budaya positif di sekolah
  • Melakukan kolaborasi dengan wali kelas/guru dalam menyusun keyakinan kelas
  • Wali kelas/guru bersama peserta didik menyusun kesepakatan/keyakinan kelas
  • Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap jalannya kegiatan

 

Dukungan Yang DIbutuhkan

  • Dukungan dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Ketua Kompetensi Keahlian, Guru BK, Guru mata pelajaran serta peserta didik agar tindakan yang disusun bersama dapat terlaksana dengan baik.
  • Sarana prasarana untuk kegiatan penerapan budaya positif sekolah
  • Peran orang tua/wali murid dalam menerapkan budaya positif di rumah