PENERAPAN BUDAYA POSITIF UNTUK MENCIPTAKAN PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan merupakan aspek penting dalam membangun diri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dipengaruhi dari budaya yang ada di masyarakat. Keberagaman budaya yang ada di masyarakat, terlebih lagi di Indonesia sangatlah banyak. Sehingga bentuk penerapan sebagai wujud pelestarian budaya melalui pendidikan pun juga terjadi di sekolah. Dalam dunia pendidikan tentunya budaya yang mengandung nilai-nilai kebajikan universal akan tetap diterapkan, hal ini akan membentuk karakter murid yang kuat dengan nilai budaya yang luhur.

Budaya positif yang diciptakan di sekolah biasanya berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan dengan terus-menerus sehingga membentuk karakter murid. Karena bernilai baik dan dilakukan terus-menerus maka hal ini dapat dijadikan suatu kedisiplinan di sekolah yang kemudian dibawa ke masyarakat. Pentingnya menjadikan kebiasaan positif menjadi suatu kedisiplinan agar setiap murid yang ada di suatu sekolah disamping mempunyai bekal pengetahuan akademik juga mempunyai kepribadian yang baik dan berbudi luhur.

Banyak sekali budaya positif yang ada di masyarakat yang bisa dilestarikan melalui kegiatan sekolah. Atas dasar hal tersebut maka setiap warga sekolah baik itu tenaga pendidik dan kependidikan serta para murid harus mempunyai kesadaran diri dan berkolaborasi dalam mewujudkan budaya positif di sekolahnya. Setiap warga sekolah perlu mengetahui bagaimana agar budaya positif itu tercipta, maka dari itu perlu adanya pengembangan kemampuan warga sekolah khususnya guru. Beberapa hal yang bisa dipelajari dan diterapkan di sekolah sebagai dasar dalam pelaksanaan budaya positif diantaranya:

  • Disiplin positif dan Nilai-nilai kebajikan universal

Makna kontrol dan miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia. Memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta budaya positif.

  • Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Konsep hukuman dan penghargaan, dan  konsep pendekatan restitusi, serta melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.

  • Keyakinan Kelas

Pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. Berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.

  • Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

Kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan manusia baik murid maupun guru. Analisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Identifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.

  • Restitusi – Lima Posisi Kontrol

Refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. Penerapan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka. Menganalisis secara kritis,  reflektif, dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.

  • Restitusi –  Segitiga Restitusi

Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Penerapan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. Menganalisis dengan sikap reflektif dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.

Mungkin tidak hanya yang disebutkan itu saja, namun masih banyak lagi yang harus dipelajari dan diterapkan guru dalam melaksanakan budaya positif untuk menciptakan pendidikan karakter pada murid. Namun dengan memahami dan menerapkan materi yang dipelajari itu merupakan salah satu usaha agar pendidikan di sekolah juga memperhatikan pendidikan karakter murid dalam hal kesadaran disiplin dari diri sendiri.

Demikian artikel ini saya tulis, dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Terima kasih…

Diseminasi Konsep Budaya Positif

Sosialisasi dan Pembentukan Keyakinan Kelas

Segitiga Restitusi

Glosarium Modul 2

Assessment for learning Penilaian  yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (ongoing assessment)
Assessment of learning Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.
Assessment as learning Penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan murid-murid  secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif.
Daring Merupakan akronim (singkatan) dari dua kata: “dalam” dan “jaringan”. Dalam Bahasa Inggris, berarti “online”.
Diagram Frayer Grafik visual yang dikembangkan oleh Dorothy Frayer untuk membantu murid dalam mendefinisikan konsep atau kosakata. Diagram ini dibagi menjadi empat bagian: definisi, karakteristik, contoh dan bukan contoh. 
Diferensiasi Konten Diferensiasi konten merujuk pada strategi membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum. 
Diferensiasi Produk Merujuk pada strategi memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.
Diferensiasi Proses Merujuk pada strategi membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (content) materi.
Kesiapan belajar (Readiness) Kapasitas atau kesiapan murid untuk mempelajari materi baru. Kesiapan ini terkait dengan berbagai hal, diantaranya: pengetahuan, konsep dan keterampilan awal yang saat ini dikuasai oleh murid; miskonsepsi; tingkat perkembangan kognitif, afektif dan fisik; keterampilan berpikir, dan sebagainya.
Lingkungan Belajar Lingkungan yang berada di sekitar seseorang dan yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Minat Suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya.
Peer Teaching Metode pembelajaran tutor sebaya yang merupakan strategi pembelajaran kooperatif dimana rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara orang-orang yang bekerja bersama.
Pembelajaran Berdiferensiasi Usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu.
Profil Belajar Merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dan lain-lain. 
Scaffolding Suatu teknik pembelajaran di mana murid diberikan sejumlah bantuan, kemudian perlahan-lahan diadakan pengurangan terhadap bantuan tersebut hingga pada akhirnya, murid dapat menunjukkan kemandirian yang lebih besar dalam proses pembelajaran.

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

KESIMPULAN, REFLEKSI PEMAHAMAN DAN RANCANGAN AKSI NYATA

 

Nama CGP        : DARMAWAN

Angkatan/Kelas : Angkatan 9 / Kelas 118B

Kabupaten   : Nganjuk

Sekolah   : SMKN Lengkong

A. Kesimpulan Tentang Peran Saya Dalam Menciptakan Budaya Positif Di Sekolah

Pada tulisan kali ini, saya menyampaikan pengalaman saya dalam mempelajari materi yang ada pada modul 1 yaitu Paradigma dan Visi Guru Penggerak. Di dalam modul 1 ini terdapat 4 bagian materi, yaitu modul 1.1 dengan materi Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, modul 1.3 dengan materi Visi Guru Penggerak dan yang terakhir pada modul 1.4 dengan materi Budaya Positif. Materi yang disampaikan sangat menarik dan merupakan hal baru bagi saya, tentunya hal tersebut menjadikan saya merasa sangat terbantu dalam mengenali diri saya sebagai guru dalam dunia pendidikan.

Guru merupakan profesi yang mempunyai peran sangat vital terhadap keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Peran guru dalam dunia pendidikan tidak bisa dianggap sebelah mata, karena guru memberikan pendidikan kepada generasi penerus bangsa dengan segala kemampuan dan potensi dirinya. Peran saya sebagai guru salah satunya adalah menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol, restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi, dan sebagainya.

Materi tentang Budaya Positif sangat berkaitan dengan materi-materi yang sebelumnya dipelajari. Berikut ini keterkaitan antar materi yang telah dipelajari:

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hadjar Dewantara

Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan bersifat dinamis sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman, namun tidak meninggalkan budaya yang luhur dalam masyarakat. Bahkan pendidikan juga bersumber dari budaya yang adi luhur di masyarakat sekitar yang kemudian diadopsi menjadi budaya positif di sekolah.

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak

Nilai-nilai pada guru penggerak mempunyai makna yang positif untuk kemajuan pendidikan, Peran guru penggerak dalam menerapkan nilai-nilai guru penggerak yang dilakukan secara konsisten akan memunculkan budaya positif dalam lingkungan pendidikan di sekolah.

  • Keterkaitan Budaya Positif dengan materi Visi Guru Penggerak

Visi guru penggerak sangat luas maknanya dalam keberlangsungan pendidikan di sekolah. Pastinya di dalam visi guru penggerak terdapat banyak nilai positif yang perlu untuk senantiasa diterapkan agar visi tersebut tercapai yang kemudian nilai-nilai dalam visi tersebut menjadi budaya positif di sekolah.

Dari keterkaitan antar materi pada modul 1 ini, saya merasa lebih yakin dengan peran saya sebagai guru yang sekaligus sebagai agen perubahan untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah.

 

B. Refleksi Dari Pemahaman Atas Keseluruhan Materi Modul Budaya Positif

Dari rangkaian kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan mulai modul 1.1, modul 1.2, modul 1.3, dan sampai modul 1.4 ini saya banyak mendapatkan pengalaman/materi pembelajaran yang baru, seperti disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Berikut ini inti pemahaman yang saya dapatkan dari materi-materi tersebut:

  • Disiplin positif: Disiplin positif adalah pendekatan untuk menuntun kodrat anak agar berdaya dalam mengontrol diri dan menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu nilai-nilai kebajikan. Disiplin positif menjadi komponen utama dalam mewujudkan budaya positif.
  • Teori kontrol: Di dalam teori kontrol dijelaskan bahwa yang bisa mengontrol seseorang adalah dirinya sendiri. Seseorang akan melakukan sesuatu atau tidak tergantung dari dalam diri orang tersebut sesuai dengan motivasi pemenuhan dasar yang dimilikinya.
  • Teori motivasi: Perilaku yang ditunjukkan manusia pasti memiliki motivasi dan tujuan. Motivasi dibagi menjadi dua, yakni motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal adalah motivasi yang diinginkan oleh seseorang dalam rangka menghargai diri dnegan nilai yang diyakininya. Sementara itu, motivasi eksternal di antaranya adalah keinginan yang dilakukan dalam rangka menghindari ketidaknyamanan/hukuman atau ingin mendapatkan imbalan/penghargaan.
  • Hukuman dan penghargaan: Hukuman dan penghargaan adalah salah satu cara mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung menghambat potensinya. Dalam jangka waktu tertentu, baik hukuman dan penghargaan akan sama0sama memberikan dampak yang sama, yakni ketergantungan (bukan kemerdekaan) dan tentunya mematikan motivasi internal seseorang.
  • Posisi kontrol guru: sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan sebagai manajer.
  • Kebutuhan dasar manusia: kebutuhan bertahan hidup, kasih sayang dan rasa memiliki, kebebasan, kesenangan, dan penguasaan.
  • Keyakinan kelas: keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan yang diyakini oleh warga kelas untuk menumbuhkan motivasi internal dan budaya positif di kelas.
  • Segitiga restitusi: restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain. Segitiga Restitusi adalah alur untuk menegakkan keyakinan bersama di dalam kelas atau sekolah. Ada tiga unsur segitiga restitusi, yakni: Menstabilkan identitas, Validasi tindakan yang salah, dan  menanyakan keyakinan

 

Hal-hal yang menarik di luar dugaan

  • Kalimat dalam tata tertib berupa larangan bisa diganti dengan kalimat instruksi positif
  • Hukuman dan penghargaan kepada peserta didik tidak begitu efektif dalam pendidikan
  • Dari lima posisi kontrol guru, saya masih sering sebagai teman dan pemantau saja, kedepannya saya akan berusahan untuk memposisikan sebagai manajer.
  • Dengan mengetahui kebutuhan dasar manusia, kita juga bisa memetakan motivasi  seorang peserta didik saat berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan/keyakinan sekolah.
  • Saya sering melakukan bagian dari segitiga restitusi, yakni menstabilkan identitas dan validasi tindakan, tetapi saya baru tahu ada bagian menanyakan keyakinan kelas. Hal itu cukup menarik dan penting untuk pemahaman saya.

 

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah saya setelah mempelajari modul ini

Perubahan cara berpikir saya setelah mempelajari materi ini yaitu pola pikir lama yang memposisikan guru sebagai pusat kontrol dari pembelajaran dan peserta didik harus mengikuti instruksi guru. Namun sekarang berubah menjadi peserta didik sebagai pusat pembelajaran, dan menjadikan peserta didik sebagai subjek utama pembelajaran. Karena perubahan yang mendasar tersebut alhasil juga merubah paradigma lama menjadi sudut pandang baru tentang berbagai hal agar tujuan peserta didik dapat tercapai.

Banyak sekali perubahan yang didapatkan diantaranya tentang membangun motivasi intrinsik peserta didik dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Penerapan hukuman yang dulu pernah biasa dilakukan oleh guru kini sudah mulai ditinggalkan, karena model-model hukuman tersebut kurang efektif dalam proses pendidikan, termasuk juga pemberian penghargaan sebagai iming-iming agar peserta didik bersedia melakukan sesuatu.

Memposisikan kontrol guru sebagai manajer akan lebih baik daripada sebagai penghukum seperti pendidikan model lama yang mungkin sering dilakukan. Permasalahan disiplin pada peserta didik tidak selalu diselesaikan dengan hukuman, namun bisa dilakukan dengan mencari solusi terbaik berdasarkan kesadaran diri peserta didik melalui segitiga restitusi dan mendukung terciptanya budaya positif.

 

Pengalaman yang pernah saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah

Sebelumnya saya memposisikan diri di beberapa posisi kontrol seperti teman, pemantau, dan sesekali mungkin sebagai penghukum. Peraturan sekolah sudah tersedia dijalankan begitu tegas, dan saya sebagai guru juga melaksanakan apa yang ada pada tata tertib atau aturan tersebut. Di dalam tata tertib tersebut sebagian sudah mengacu pada segitiga restitusi namun belum sepenuhnya karena belum ada kesepakatan kelas atau keyakinan kelas. Dengan adanya tata tertib sekolah sebenarnya sudah cukup baik untuk menata perilaku peserta didik agar lebih terarah, namun penanganan peserta didik yang melanggar tata tertib yang masih perlu divariasi lagi, termasuk pada penerapan segitiga restitusi. Maka dari itu kedepannya saya akan menerapkan budaya positif yang sudah saya pelajari, seperti posisi kontrol, segitiga restitusi, keyakinan kelas, dan sebagainya.

 

Perasaan saya ketika mengalami hal-hal tersebut

Peraturan sudah dibuat dan disosialisasikan sedemikian rupa agar peserta didik paham dan menaatinya, namun ada saja kejadian yang menyebabkan munculnya tindakan tidak disiplin oleh peserta didik. Saat mendapati peserta didik yang bermasalah, ada rasa amarah, menyayangkan, dan pemikiran negatif yang muncul. Namun, setelah mengetahui duduk perkaranya atau alasan yang melatarbelakangi perbuatan tersebut maka saya segera sadar bahwa amarah justru akan menambah masalah. Oleh sebab itu, saya menggali informasi dan memberikan pemicu motivasi yang mendorong peserta didik dapat menemukan solusi atas kesalahannya. Ketika peserta didik yang bermasalah sudah mulai berubah menjadi lebih baik maka perasaan saya merasa lega dan bersyukur bahwa usaha yang dilakukan tidak sia-sia.

 

Hal yang sudah baik terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut dan yang perlu diperbaiki

Beberapa materi yang sudah dipelajari membangkitkan ingatan tentang apa yang sudah dilakukan selama ini, sebagian dari materi yang ada memang sudah pernah dilakukan. Namun masih ada beberapa bagian yang kurang dan perlu diperbaiki, seperti dalam penerapan segitiga restitusi, saya kurang di bagian menanyakan keyakinan. Maka dari itu, kedepannya saya akan membuat keyakinan kelas/sekolah sebagai pedoman saat menerapkan segitiga restitusi kepada siswa yang melakukan suatu kesalahan.

 

Posisi kontrol yang sering dipakai ketika berinteraksi dengan murid sebelum mempelajari 5 posisi kontrol, perasaan saat itu dan dibandingkan setelah mempelajari modul ini,  posisi yang saya pakai, dan perasaan saya sekarang serta perbedaannya

Sebelum mempelajari modul 1.4. saya lebih banyak menempatkan diri di posisi guru sebagai teman dan pemantau. Karena ada tata tertib sekolah yang harus dipatuhi, sesekali saya mungkin dalam posisi sebagai penghukum. Perasaan saat itu masih kurang puas karena masih saja peserta didik melakukan kesalahan yang sama (berulang). Setelah mempelajari modul ini saya akan menempatkan posisi saya sebagai manajer dengan harapan saya tidak perlu lagi dipandang negatif (galak) jika menggunakan posisi penghukum, atau kurang dihormati jika posisi dianggap sebagai teman. Perasaan saya lebih tenang dalam menghadapi peserta didik yang bermasalah, karena dampak citra personal tetap terjaga dan tetap dihormati peserta didik. Perbedaan posisi dan perasaan begitu terasa, dengan posisi manajer, peserta didik bisa menyadari masalah/kesalahan yang dilakukannya dan memberikan ruang kepada peserta didik untuk menyelesaikan masalah dengan solusinya sendiri tanpa intervensi dari guru.

 

Menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid sebelum mempelajari modul ini, tahapan yang dipraktekkan dan cara mempraktekkannya

Saya pernah menerapkan segitiga restitusi saat menghadapi permasalahan peserta didik walaupun belum sepenuhnya. Saya biasanya menerapkan segitiga restitusi pada tahap menstabilkan identitas dan validasi tindakan yang salah saja. Saya mempraktekannya mengikuti jenis pelanggaran yang dilakukan, terlebih lagi jika itu sudah bersifat personal, misalnya dengan pemanggilan peserta didik secara perorangan. Dari pertemuan saya dengan peserta didik, biasanya saya membuat yang bersangkutan merasa nyaman dalam menyampaikan informasi dengan jujur, dan mengembalikan keterangan kesalahannya terhadap peraturan sekolah. Tahapan yang belum saya laksanakan adalah tahapan menanyakan keyakinan karena belum ada pembentukan keyakinan kelas/sekolah tetapi yang ada tata tertib sekolah.

 

Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul

Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas atau sekolah adalah perlunya mengenali karakteristik lingkungan sebelum menciptakan budaya positif. Mempelajari perilaku kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang sudah ada kemudian diadopsi dengan persepsi baru dan dasar pemikiran baru yang lebih positif sehingga membentuk budaya positif baru dengan tidak meninggalkan sepenuhnya kebiasaan lama.

 

C. Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

Judul Modul : Penyebaran Konsep Budaya Positif dan Penerapan Keyakinan Kelas

Nama Peserta : Darmawan

 

Latar Belakang

Sekolah merupakan salah satu tempat untuk belajar tentang sesuatu hal yang benar atau positif. Pembiasaan perilaku positif akan menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif tersebut sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan budaya masyarakat yang adi luhur. Pengembangan budaya positif dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, aksi nyata yang dapat dilakukan salah satunya yaitu menerapkan budaya positif yang diawali dengan perubahan paradigma teori kontrol dan disiplin positif melalui keyakinan kelas.

 

Tujuan 

  • Meningkatkan pemahaman tentang budaya positif
  • Membangun motivasi intrinsik disiplin positif peserta didik

 

Tolak Ukur

  • Terbentuknya keyakinan kelas melalui kesepakatan kelas
  • Peserta didik mempunyai motivasi intrinsik dalam membangun disiplin dirinya
  • Terlaksananya usaha penyelesaian masalah peserta didik menggunakan segitiga restitusi

 

Lini Masa Tindakan Yang Akan Dilakukan

  • Membuat rancangan aksi nyata
  • Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah untuk mendiseminasikan pentingnya penerapan budaya positif di sekolah
  • Melakukan sosialisasi kepada warga sekolah meliputi, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan terkait budaya positif di sekolah
  • Melakukan kolaborasi dengan wali kelas/guru dalam menyusun keyakinan kelas
  • Wali kelas/guru bersama peserta didik menyusun kesepakatan/keyakinan kelas
  • Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap jalannya kegiatan

 

Dukungan Yang DIbutuhkan

  • Dukungan dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Ketua Kompetensi Keahlian, Guru BK, Guru mata pelajaran serta peserta didik agar tindakan yang disusun bersama dapat terlaksana dengan baik.
  • Sarana prasarana untuk kegiatan penerapan budaya positif sekolah
  • Peran orang tua/wali murid dalam menerapkan budaya positif di rumah